Kamis, 19 Januari 2012

Jatuh cinta pada arwah penasaran

Cinta memang buta. Sampai-sampai tidak tahu jika pasangan yang diajaknya bercinta itu adalah arwah yang mati penasaran. Cerita ini dialami seorang pemuda yang tinggal di Klaten, dia menjalani percintaan dengan seorang gadis yang bertahi lalat di pipi kiri.
Gadis yang sekarang ada dalam bayangannya itu mengaku bernama Riana, tinggal tidak jauh dari rumah Deny yang baru. Cerita ini sendiri dialami ketika Deny bersama keluarganya pindah ke rumah yang baru, jaraknya sekitar 25 km dari arah Klaten.
Karena ada tugas baru di sebuah kecamatan, keluarga besar mereka terpaksa pindah di sebuah desa yang cukup terpencil. Semula Deny merasa kesepian, tidak ada teman yang bisa diajak berbincang. Di lingkungan barunya dia masih merasa asing.
Sampai suatu malam sewaktu datang dari kota, Deny melihat seorang gadis yang tampaknya kemalaman. Dia berdiri sendirian di pinggir jalan, tidak jauh dari desanya. Setelah dipapas dengan sepeda motor yang dikendarainya, gadis itu mengaku berasal dari desa yang sama dengan Deny.
Karena tidak keberatan pulang bersama-sama, mereka berdua akhirnya berboncengan. Sepanjang perjalanan keduanya saling bertanya tentang asal-usul masing-masing, terutama alamat dan rumahnya. Hanya saja, Riana tidak begitu jelas memberikan alamat rumahnya, dia bilang tidak jauh dari rumah Deny.
Sewaktu keduanya berpisah di sebuah gang yang tidak seberapa lebar, dalam batin Deny mengagumi kecantikan Riana. Apalagi, setelah diteliti secara seksama, dia malah terkesima menyaksikan tahi lalat kecil bertengger di pipi kirinya. “Ah, sungguh luar biasa manisnya gadis licah ini,” pikir Deny.
Diam-diam dalam hati Deny menanam harapan cintanya pada Riana. Dia benar-benar telah jatuh cinta ! Hingga suatu malam keduanya bertemu lagi di sebuah poskampling. Kesempatan itu tidak sedikitpun diluangkan Deny untuk dapat mengungkap isi hati Riana. Sampai satu penuturan sulit dipercaya meluncur dari bibir Riana.
“Aku sejak bertemu sebenarnya ingin mengatakan kalau sudah kenal sejak mas Deny datang ke desa ini. Cuma aku enggak berani aja untuk mendekati mas,” tuturnya dengan manja. Penuturan itu sebenarnya membuat Deny bingung, karena merasa belum pernah mengenal Riana. Tapi bagaimana dia bisa mengenalnya lebih dulu?
“Ah, biarin aja. Mungkin dia sudah lama mengidolakan saya,” batin Deny jadi ‘gede rumangsa’. Tak terasa malam semakin larut, Riana buru-buru meminta untuk diantar pulang. Deny sendiri jadi kebingungan sebab belum pernah diberitahu alamat rumahnya. Riana selalu bilang dekat rumah Deny. Tapi sebelah mana ?
“Itu lho yang dekat dengan rumah sebelah mas. Pokoknya disekitar situ. Nanti mas nganternya sampai rumah sebelah saja ya,” ujar Riana.
Tapi Maya hanya tersenyum saja melihat aku kebingungan dengan tingkahnya hari ini, dan yang lebih membingungkan lagi ketika aku sadar ternyata selama ini aku belum pernah tau di mana Maya tinggal. Yang aku tau Maya tinggal 100 meter dari sekolahku, entah mengapa jika aku bertanya dan ingin ke rumahnya, Maya selalu menolak dan langsung mengalihkan pembicaraan. Kalo sudah begitu aku cuma bisa diam dan tak bisa berkata apa-apa lagi.
Suatu hari pamanku datang dan semenjak itu aku tau siapa Maya sebenarnya. Pagi itu paman datang dengan membawa suatu barang yang entah kami sekeluarga tidak mengetahui apa maksud semua itu. Tak berapa lama paman berbincang-bincang dengan ayah dan ibu di teras depan. Entah apa yang dibicarakan dan aku mungkin tak terlalu ambil pusing, sampai tiba-tiba aku dipanggil bik Sumi, katanya aku dipanggil ayah dan ibuku.
Setelah aku mendekat, entah bagaimana tiba-tiba aku melihat ibu sedang menangis dan ayah terlihat pucat sekali, ketika itu aku juga melihat paman memandangku dengan pandangan yang tajam sekali. Semua itu membuat aku semakin bingung saja dan ketika aku bertanya apa yang terjadi, malahan ibu semakin menangis dan menangis, membuat aku semakin tak mengerti. Sampai pamanku akhirnya mengatakan sesuatu yang diluar masuk di akal sehat, “Ron, apakah kamu akhir-akhir ini merasakan hal yang aneh dan menyeramkan ?” ditanya seperti itu aku makin bingung.
“Paman bertanya apa? Tidak, aku tidak pernah merasakan apa yang paman katakana tadi ?” aku lihat paman sedikit pucat dan entah mengapa tiba-tiba paman membaca suatu ayat Al-Quran yang entah surat apa, semua itu membuat aku jadi bertanya-tanya. Setelah selesai paman berkata “Ron, apa kamu kenal dengan gadis yang bernama Maya ?” tersentak aku dibuatnya, mengapa paman kenal dengan Maya dan bagaima paman mengenalnya. Mungkin paman tau apa yang aku pikirkan, dan langsung menjelaskan mengapa paman kenal dengan maya.
Ternyata Maya adalah anak dari pembantu paman yang meninggal 8 tahun yang lalu karena bunuh diri dengan menggantung dirinya sendiri di pohon mangga di depan rumahku. Bagai disambar petir aku menolak mengakuinya, mungkin saja Maya yang paman maksud bukan Maya yang aku cintai selama ini. Tapi setelah paman menyebutkan ciri-cirinya, maka baru aku percaya, memang Maya itu yang telah lama aku cintai dan menjadi pacarku selama ini.
Kemudian paman memberikan aku sebuah tulisan Arab yang entah apa maksudnya dan artinya, tapi karena ibu yang menyuruh aku menerimanya maka aku terima. Entah mengapa aku jadi takut untuk bertemu Maya lagi, dan aku baru sadar dengan tingkah aneh yang dilakukan Maya kemarin malam.
Semenjak aku menyimpan kertas pemberian paman, Maya tak pernah datang dan aku juga tak pernah melihatnya lagi, entah dia sudah menghilang atau takut, sampai suatu hari aku menerima sepucuk surat dengan tidak disertai nama pada amplopnya.
Setelah membaca surat dari maya itu aku tak sadarkan diri, entah aku harus bagaimana apakah aku harus sedih atau senang… aku tak tahu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar